Tradisi imlek dirayakan oleh seluruh warga keturunan China di Indonesia sebagai sebuah peristiwa budaya. Di Kota Tegal, Jawa Tengah, ada seorang warga keturunan China yang masih konsisten menjaga tradisi imlek ini dengan membuat kue keranjang atau dodol keranjang.
Dia adalah Mindayani Wirdjono atau Oey Tong Gwat (79), perajin dodol keranjang sejak tahun 1980-an. Dodol keranjang buatan Oey Tong Gwat masih laris dibeli pelanggan setianya. Mindayani menekuni pembuatan dodol keranjang ini sebagai usaha musiman.
Foto: Imam Suripto/ dok. detikFood
|
Mindayani membuat dodol keranjang di rumahnya di Jalan Blimbing nomor 84 Kota Tegal. Dengan dibantu dua pekerjanya, saat itu Mindayani hanya memproduksi kue dodol keranjang hingga 30 kilogram per hari. Menurut tradisi imlek, jajanan khas ini akan disajikan saat Imlek dan merupakan persembahan bagi para Sinbeng (dewa). Dinamai dengan dodol keranjang karena memiliki sebuah folosofi.
Pada masanya dodol disajikan kepada dewa dengan menggunakan anyaman bambu yang menyerupai keranjang. Karenanya dikenal dengan nama nama populer dodol keranjang atau kue keranjang.
Foto: Imam Suripto/ dok. detikFood
|
Baca Juga : Kue Keranjang Buatan Mojokerto yang Pertahankan Resep Asli
"Imlek tanpa dodol keranjang ibarat sayur tanpa garam. Hilang moodnya. Untuk menjaga mood imlek inilah selama 40 tahun selalu membuat dodol," tutur Mindayani ditemui di rumahnya, Jumat (17/1/2020) siang.
Memproduksi dodol agar hasilnya bagus, Mindayani memiliki keyakinan dan tips sendiri. Si pembuat dodol, kata Mindayani harus pintar menjaga mood. Semua yang terlibat, baik karyawan maupun pemilik dilarang bersedih atau marah-marah. Pasalnya, sesuai kepercayaan, jika saat pembuatan diliputi perasaan sedih, maka hasil kue dodol keranjang tidak akan bagus.
Terkait mitos ini, Mindayani pernah mengalami hal aneh. Ketika suaminya jatuh sakit, Mindayani sempat sedih sehingga beberapa kilogram adonan yang sudah dikukus, ternyata tidak menghasilkan dodol yang sempurna alias rusak. Sisa adonan yang belum dikukus terpaksa disimpan sambil menunggu perasaan sedih itu hilang.
Foto: Imam Suripto/ dok. detikFood
|
"Dulu ketika suami saya sakit, saya sempat sedih. Ternyata perasaan saya itu berpengaruh terhadap hasil kue. Namun, setelah saya memutuskan untuk istirahat selama dua hari. Pada hari ke tiganya adonan tersebut kembali dikukus, akhirnya bisa matang," kenangnya.
Soal resep kue ini, Mindayani memberikan bocoran resepnya. Kue keranjang itu dibuat dari campuran beras ketan dan gula merah yang diaduk hingga merata. Adonan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cetakan berupa keranjang-keranjang kecil, dan dikukus dalam panci berukuran besar selama kurang lebih 12 jam.
"Sekarang ini dalam satu hari saya bisa memproduksi kue keranjang hingga tiga kwintal. Pelangganya tidak hanya dari Tegal saja, melainkan juga datang dari kota-kota besar, seperti Semarang, Pekalongan, Bandung dan Solo," tegasnya.
Foto: Imam Suripto/ dok. detikFood
|
Untuk harga per satu kue keranjang (satu seperempat) dijual Rp 5.000. Sedangkan untuk satu dus (10 kg) dijual dengan harga Rp 100.000. Adapun varian rasanya terdiri dari rasa original, pandan dan cokelat.
Dodol keranjang buatan Mindayani mampu bertahan hingga dua bulan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, kue tersebut bisa bertahan sampai satu tahun. Karena berdasarkan cikal bakalnya, dodol keranjang merupakan kue yang dijadikan bekal orang China saat melakukan perjalanan jauh.
"Saya mulai memproduksi sejak awal Januari. Sama seperti perayaan umat Islam, usai diproduksi saya juga membagikan kue dodol keranjang kepada kerabat dan tetangga dekat. Jika umat Islam memberikan ketupat sayur, saya memberikan dodol keranjang," imbuhnya melempar senyum.
Baca Juga : Mau Belanja Kue Keranjang Tradisional? 5 Hal ini Bisa Jadi Pertimbangan
Simak Video "Jelang Imlek, Banjir Permintaan Kue Keranjang di Mojokerto"
[Gambas:Video 20detik]
(raf/odi)
Kue Keranjang Tegal Ini Dilestarikan Sejak 40 Tahun Lalu
Baca Selanjutnya
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kue Keranjang Tegal Ini Dilestarikan Sejak 40 Tahun Lalu"
Post a Comment