Oleh: DR Iswandi Syahputra, Pengamat Komunikasi dan Dosen UIN Yogyakarta.
Permohonan maaf kantor berita asing Asia Sentinel disampaikan setelah Partai Demokrat berencana akan melakukan upaya hukum untuk membantah berita berjudul Indonesia's SBY Goverment: Vast Criminal Conspiracy'.
Berita itu menjadi heboh karena mengaitkan Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dengan kasus Bank Century. Berita tersebut dianggap sebagai fitnah yang keji terhadap SBY.
Bagi saya, sebagai teks berita, kasus ini biasa saja. Apa istimewanya? Sekarang banyak media yang sudah tidak lagi tunduk pada etika jurnalistik karena takut pada pemilik.
Lagi pula, bukan cuma SBY sebagai pendiri Partai Demokrat yang difitnah, sejumlah tokoh juga alami hal serupa. Sebut saja Prabowo pendiri Partai Gerindra menjadi langganan tetap difitnah dan diungkit sebagai pelaku pelanggar HAM dalam kasus penculikan aktivis tahun 1998.
Namun sebagai sebuah konteks, berita ini sungguh sangat menarik karena muncul menjelang Pilpres 2019 dan sesaat setelah Partai Demokrat menyatakan memberi dukungan politiknya pada pasangan Prabowo-Sandi.
Tokoh lain pada polarisasi Pilpres 2014 banyak yang beralih haluan, sebut saja Hary Tanu atau Romahurmuzy.
Tapi alih-alih beralih, SBY malah berketetapan hati mendukung Prabowo-Sandi. Dalam konteks ini, sepertinya SBY cukup tangguh untuk 'digertak' dengan kasus Century.
Dalam politik, SBY memang dikenal cermat dan hati-hati dalam mengambil langkah, sehingga terkesan lambat dan ragu-ragu. Publik kadang sering dibuat kesel oleh sikap SBY yang terlihat seperti ragu dan bimbang.
Kasus dukungan TGB dan Demiz sebagai kader Partai Demokrat kepada Jokowi dinilai sebagai politik pembiaran atau politik dua kaki SBY. Ini juga bikin publik bertanya-tanya. Apakah SBY sedang praktik politik dua kaki atau ini semacam pembiaran?
Tapi apakah benar SBY selugu atau semurah itu dalam berpolitik? Saya menduga, tidak. Sebab SBY termasuk pelopor politik etik dan bermartabat, paling tidak itu yang ditangkap orang.
Di sini saya menduga ada persoalan personal TGB dan Demiz. Dapat saja memang mereka mempraktikkan politik oportunis tapi dapat pula dampak dari praktik politik sandera.
Informan saya menjelaskan, beberapa pejabat daerah terpaksa melakukan itu karena disandera secara politik.
Jika SBY adalah target besar yang akan disandera, tentu umpan yang disiapkan juga harus besar. Kasus Century adalah kasus besar.
Sayangnya, SBY bukan orang biasa yang mudah surut. SBY mengerti betul kapan harus diam bertahan, kapan melangkah berkompromi atau kapan harus maju menyerang. Dalam kasus Century, agaknya SBY memilih maju menyerang. Dan Asia Sentinel pun mundur teratur meminta maaf pada SBY dan Demokrat.
Apakah ini kemenangan bagi demokrasi? Tidak. Selama media gemar bermain fitnah dan pers mau dipermainkan. Bila itu terjadi, jangan harap ada demokrasi substantif di republik ini.
Baca Lagi di sini https://www.republika.co.id/berita/kolom/wacana/18/09/20/pfcm96385-gertak-sambel-asia-sentinelBagikan Berita Ini
0 Response to "Gertak Sambel Asia Sentinel"
Post a Comment