Bluefin tuna jadi salah satu bahan sushi dan sashimi berkualitas tinggi. Rasanya amat lezat terlebih daging bagian perutnya yang berlemak.
Sayangnya ikan berharga fantastis ini terancam punah. Tingginya minat dan kurangnya populasi jadi alasan masuk akal terjualnya seekor blufin tuna seharga Rp 43 miliar pada awal Januari lalu. Lagi-lagi sang pemenang lelang ialah Kiyoshi Kimura, pebisnis kuliner asal Jepang.
Foto: Istimewa
|
Penurunan populasi bluefin tuna yang cukup drastis terlebih di tahun 2014 jadi penyebabnya. Di tahun itu, Persatuan Internasional Konservasi Alam (IUCN) menaksir sekitar 22.413 dari 76.199 spesies bluefin tuna terancam punah di Samudera Pasifik.
Itu berkat penangkapan besar-besaran bluefin tuna yang dilakukan oleh banyak negara terlebih Jepang. Karena itu industri perikanan harus mengimplementasikan langkah konservasi dan pengelolaan untuk Samudera Pasifik Barat dan Tengah. Hal inilah yang membuat pihak Mitsui & Co untuk membuat sebuah peternakan bluefin tuna.
Foto: Istimewa
|
Orang mungkin berpikir bahwa ternak ikan bluefin jadi solusi terbaik. Akan tetapi, pengelolaan yang tidak berkelanjutan serta limbah ikan dari peternakan justru menimbulkan banyak masalah.
Karenanya Mitsui & Co mengembangkan bentuk baru perternakan bluefin tuna secara berkelanjutan. Tentunya cara ternak bluefin tuna tetap dilakukan di alam liar.
Lewat film dokumenter yang dibuat oleh tim Foodbeast, Anda bisa melihat proses pengembangbiakan bluefin tuna secara berkelanjutan. Tentunya mulai dari laboratorium, perawatan, proses pemberian makan hingga lingkungan tempat tinggal ikan di laut Jepang Selatan sampai daging bluefin tuna yang tersaji sebagai sashimi di restoran sushi di California.
Foto: Foodbeast
|
"Saya sudah membesarkan Bluefin tuna liar selama lebih dari 30 tahun. Ternak bluefin tuna tidak merusak eksistem laut," jelas pihak Mitsu & Co pada Foodbeast.
"Kami punya lokasi bernama 'Kuroshio Current' yang amat pas untuk menciptakan lingkungan hidup yang baik untuk tuna," tambahnya.
Cara pengelolannya pun cukup rumit. "Kami mengecek tanah di bawah laut peternakan setahun sekali untuk memastikan kami tidak menciptakan hidrogen sulfida lain atau efek lain bagi spesies yang juga hidup di bawah sana," pungkasnya.
Kesulitan terbesar ternak Bluefin tuna ialah masa inkubasi. Hanya ada sebanyak 1% telur bluefin tuna yang berhasil menetas usai dierami.
(dwa/odi)Terancam Punah, Perusahaan Ini Bangun Ternak Bluefin Tuna Berkelanjutan
Baca Selanjutnya
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Terancam Punah, Perusahaan Ini Bangun Ternak Bluefin Tuna Berkelanjutan"
Post a Comment